Subscribe
Add to Technorati Favourites
Add to del.icio.us
Minggu, 07 Maret 2010
Diposting oleh Adalah Komunitas Belajar

pembetulan-sptSesuai dengan sistem self assesment, Wajib Pajak melakukan perhitungan sendiri atas pajak yang terutang dalam satu masa pajak atau satu tahun pajak. Perhitungan pajak terutang tersebut dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Kemudian SPT tersebut disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.

Nah, seiring dengan berjalannya waktu bisa jadi Wajib Pajak merasa bahwa SPT yang telah disampaikannya ternyata tidak benar atau terdapat kekeliruan. Untuk mengkoreksi SPT terdahulu yang telah disampaikannya tersebut Wajib Pajak harus menyampaikan lagi SPT atas masa pajak atau tahun pajak yang sama. Tindakan ini biasa disebut membetulkan SPT dan SPT yang disampaikannya disebut SPT Pembetulan.

Ketentuan yang mengatur tentang pembetulan SPT ini adalah Pasal 8 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubaha terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Undang-undang ini selanjutnya saya singkat menjadi UU KUP. Tidak ada ketentuan lagi di bawahnya yang mengatur pembetulan SPT ini karena memang di UU KUP tak ada kalimat atau frasa yang meminta peraturan lagi di bawahnya seperti Peraturan Menteri Keuangan atau Peraturan Dirjen Pajak.

Persyaratan Pembetulan SPT

Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan “mulai melakukan tindakan pemeriksaan” adalah pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Dalam hal pembetulan SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan. Yang dimaksud dengan daluwarsa penetapan adalah jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP.

Persyaratan ini pada dasarnya adalah untuk memberikan waktu yang cukup kepada Dirjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan sebelum daluarsa penetapan berakhir. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak bisa memanfaatkan ketentuan pembetulan SPT ini untuk mengambil keuntungan dari pendeknya waktu pemeriksaan.

Dengan demikian, tidak ada batas waktu untuk menyampaikan SPT Pembetulan yang menyatakan kurang bayar, sepanjang belum dilakukan tindakan pemeriksaan. Sebelum berlakunya UU Nomor 28 Tahun 2007, jangka waktu pembetulan SPT dibatasi untuk 2 tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.


Sanksi Bunga

Dalam hal Wajib Pajak membetulkan SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.

Apabila Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.


Pembetulan Setelah Dilakukan Pemeriksaan

Walaupun Dirjen Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Dirjen Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:

a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;

b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;

c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau

d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil

Proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai walaupun Wajib Pajak menyampaikan pembetulan melalui laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang disampaikan.

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT ini beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri tersebut disampaikan. Apabila dari hasil pemeriksaan terbukti bahwa laporan pengungkapan ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, atas ketidakbenaran pengungkapan tersebut dapat diterbitkan surat ketetapan pajak.


Pembetulan SPT Terkait Kompensai Kerugian Fiskal

Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan Pasal 6 ayat (2) UU PPh, Wajib Pajak dapat melakukan pengkompensasian kerugian fiskal dalam satu tahun pajak ke tahun-tahun berikutnya paling lama 5 tahun. Nah, jika terdapat SKP, keputusan keberatan, putusan banding atau putusan peninjauan kembali untuk tahun terjadinya rugi fiskal yang rugi fiskalnya berbeda, maka tentu saja hal ini akan mengakibatkan perlunya pembetulan SPT tahun tahun berikutnya di mana kompensasi rugi fiskal dilakukan.

Nah, terkait dengan kompensasi rugi ini Wajib Pajak dapat membetulkan SPT Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

Pembatasan jangka waktu 3 bulan tersebut dimaksudkan untuk tertib administrasi tanpa menghilangkan hak Wajib Pajak atas kompensasi kerugian. Apabila Wajib Pajak membetulkan SPT melebihi batas waktu 3 bulan atau tidak melakukan pembetulan SPT, Direktur Jenderal Pajak akan memperhitungkannya dalam menetapkan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.


Pembetulan SPT Terkait Kealpaan Pasal 38 KUP

Pasal 38 KUP mengatur tentang ketentuan pidana alpa di mana Wajib Pajak melakukan pelanggaran kewajiban perpajakan. Jenis pelanggarannya adalah Wajib Pajak alpa untuk :

a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau

b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A.

Jenis pelanggaran ini diancam dengan hukuman pidana berupa denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1 tahun.

Nah, bagi Wajib Pajak yang melakukan pelanggaran jenis ini, walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% dari jumlah pajak yang kurang dibayar

AddThis

Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), jangka waktu untuk menyampaikan SPT Tahunan adalah sebagai berikut :

  1. untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak
  2. untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak

Penyampaian SPT Tahunan yang melebihi batas waktu di atas akan dikenakan sanksi denda Pasal 7 KUP yaitu sebesar Rp100.000,- untuk SPT Tahunan Orang Pribadi atau Rp1.000.000,- untuk SPT Tahunan Badan.

Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Tahunan

Apabila Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah ditentukan, Wajib Pajak dapat memperpanjang penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis. Dalam praktek, perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT ini biasa disebut juga penundaan SPT.

Pemberitahuan di atas harus disertai perhitungan sementara pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Pemberitahuan ini juga harus dilampiri dengan SSP sebagai bukti pelunasan jika berdasarkan perhitungan sementara Wajib Pajak mengalami posisi kurang bayar.

Perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan ini adalah untuk paling lama 2 (dua bulan). Apabila Wajib Pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan dalam jangka waktu 2 bulan tersebut, maka terhadap Wajib Pajak dapat diterbitkan Surat Teguran. Penerbitan Surat Teguran ini akan memberikan jalan kepada Dirjen Pajak untuk melakukan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan yang tidak disampaikan juga dalam jangka waktu dalam Surat Teguran.

Tatacara Pemberitahuan

Berikut ini adalah tatacara pemberitahuan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 :

  1. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir.
  2. Pemberitahuan dilampiri dengan perhitungan sementara, laporan keuangan sementara dan SSP sebagai bukti pelunasan
  3. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasa Wajib Pajak.
  4. Dalam hal Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan ditandatangani oleh Kuasa Wajib Pajak, Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan harus dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.
  5. Pemberitahuan disampaikan secara langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat atau cara lain melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, atau dengan cara e-Filling melalui ASP
  6. Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara langsung diberikan tanda penerimaan surat dan penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara e-Filling melalui ASP diberikan Bukti Penerimaan Elektronik
  7. Bukti pengiriman surat melalui pos, jasa ekspedisi atau jasa kurir atau tanda penerimaan surat serta Bukti Penerimaan Elektronik menjadi bukti penerimaan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan.

Pemberitahuan Tidak Memenuhi Syarat

Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 dianggap bukan merupakan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan (Pasal 13 ayat (1) PMK No. 181/PMK.03/2007).

Apabila Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dianggap bukan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak. Apabila tidak ada pemberitahuan seperti ini maka pemberitahunan perpanjangan penyampaian SPT Wajib Pajak dianggap memenuhi ketentuan.

Ketentuan Pelaksanaan

Ketentuan teknis dan tatacara penyampaian pemberitahunan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 21/PJ/2009 tanggal 2 Maret 2009 tentang Tata Cara Penyampaian Pemberitahuanperpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan.


SPT Tahunan 1770 SS Lengkap

Berdasarkan Lampiran III.3 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-19/PJ/2009, SPT Tahunan PPh Orang Priadi 1770 SS dinyatakan lengkap apabila dipenuhi apabila dokumen-dokumen dan syarat-syarat di bawah ini dipenuhi :

  1. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas (SPT 1770 SS Induk/Formulir 1770 SS). Wajib disampaikan setelah diisi lengkap sesuai dengan lampirannya dan ditandatangani oleh WP atau kuasanya pada kolom yang tersedia.
  2. Fotokopi Formulir 1721-A1 dan/atau 1721-A2. Wajib disampaikan apabila WP menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan.
  3. Surat Kuasa Khusus. Wajib disampaikan apabila SPT Tahunan PPh tidak ditandatangani oleh WP sendiri.
  4. Wajib disampaikan apabila SPT Tahunan PPh tidak ditandatangani oleh WP sendiri. Wajib diisi dan disampaikan apabila terdapat perubahan identitas Wajib Pajak.

SPT Tahunan 1770 S Lengkap

Berdasarkan Lampiran III.2 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-19/PJ/2009, SPT Tahunan PPh Orang Priadi 1770 S dinyatakan lengkap apabila dipenuhi dokumen-dokumen dan syarat-syarat di bawah ini dipenuhi :

  1. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas (SPT 1770 S Induk/Formulir 1770 S). Wajib disampaikan setelah diisi lengkap sesuai dengan lampirannya dan ditandatangani oleh WP atau kuasanya pada kolom yang tersedia.
  2. Lampiran I SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas (SPT 1770 S – I). Wajib diisi dan disampaikan apabila WP menerima atau memperoleh penghasilan dalam negeri lainnya, penghasilan yang tidak termasuk objek pajak dan pemotongan/pemungutan oleh pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah. Dalam hal tidakada penghasilan dimaksud, formulir ini diisi nihil atau (-).
  3. Lampiran II SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Yang Tidak Melakukan Kegiatan Usaha/Pekerjaan Bebas(SPT 1770 S – II). Wajib diisi dan disampaikan jika WP menerima atau memperoleh penghasilan final dan/atau bersifat final serta untuk melaporkan jumlah harta dan kewajiban pada akhir tahun pajak yang dimiliki Wajib Pajak sendiri, isteri, anak/anak angkat yang belum dewasa, kecuali harta dan kewajiban yang dimiliki; isteri yang telah hidup berpisah, isteri yang melakukan perjanjian pemisahan harta danpenghasilan.
  4. Surat Setoran Pajak (PPh Pasal 29). Hanya wajib disampaikan apabila pada angka 16.a Formulir 1770 S ada pembayaran atas PPh yang kurang dibayar.
  5. Fotokopi Formulir 1721-A1 dan/atau 1721-A2. Wajib disampaikan apabila WP menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan.
  6. Surat Kuasa Khusus. Wajib disampaikan apabila SPT Tahunan PPh tidak ditandatangani oleh WP sendiri.
  7. Surat Keterangan Kematian. Wajib disampaikan apabila WP telah meninggal dunia dan SPT Tahunan ditandatangani oleh ahli waris.
  8. Penghitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya. Wajib disampaikan apabila WP mengisi huruf F.b. Formulir 1770 S.
  9. Penghitungan Pajak Penghasilan terutang bagi WP kawin pisah harta. Wajib disampaikan apabila WP kawin dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dengan melampirkan perjanjian dimaksud.
  10. Fotokopi tanda bukti pembayaran fiskal luar negeri (TBPFLN). Wajib disampaikan apabila terdapat kredit pajak fiskal luar negeri.
  11. Daftar Susunan Keluarga yang menjadi tanggungan Wajib Pajak. Wajib disampaikan apabila WP mempunyai tanggungan keluarga dan daftar tersebut memuat nama, tanggal lahir, hubungan keluarga dan pekerjaan.
  12. Lembar “Data Identitas Wajib Pajak”. Wajib diisi dan disampaikan apabila terdapat perubahan identitas Wajib Pajak.

0 komentar:

Posting Komentar